Cari Blog Ini

Kamis, 19 Oktober 2017

Motivasi Kerja dalam Manajemen

MOTIVASI KERJA DALAM MANAJEMEN


MOTIVASI KERJA DALAM MANAJEMEN 
 
Tujuan Pembelajaran
1.      Siswa dapat mengetahui Pengertian Motivasi Kerja
2.      Siswa dapat menjelaskan Pandangan Berkaitan dengan Motivasi dalam Organisasi
3.      Siswa dapat mengethui Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja
4.      Siswa dapat menguraikan  Cara Meningkatkan Motivasi Kerja
5.      Siswa dapat mengidentifikasi Hubungan Desain Pekerjaan dengan Motivasi
6.      Siswa dapat mengidentifikasi Hubungan Motivasi dengan Sistem Upah
7.      Sistem dapat mengetahui Balas Jasa yang Efektif untuk Memotivasi Pekerja

A.           Pengertian Motivasi Kerja
George  R.  Terry  mendefinisikan  motivasi  kerja  sebagai  suatu  keinginan dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertindak sesuatu.   Sedangkan menurut John R. Schemerhom, motivasi kerja yaitu mengacu pada pendorong di dalam individu yang berpengaruh atas tingkat, arah dan gigihnya upaya seseorang dalam pekerjaannya. Menurut Ellen A Benowits, motivasi kerja adalah kekuatan yang menyebabkan individu yang bertindak dengan cara tertentu. Orang punya motivasi tinggi akan lebih giat bekerja, sementara yang rendah sebaliknya. Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja adalah suatu dorongan dalam diri seseorang yang berpengaruh pada tindakan- tindakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Banyak istilah yang digunakan untuk menyebut motivasi (motivation) atau motif, antara lain kebutuhan (need), desakan (urge), keinginan (wish), dan dorongan (drive). Dalam hal ini akan digunakan istilah motivasi yang diartikan sebagai keadaan dalam pribadi seseorang dalam mendorong keinginan individu dalam melakukan kegiatan tertentu guna mencapai tujuan. Motivasi yang ada pada seseorang merupakan kekuatan pendorong yang akan mewujudkan suatu perilaku guna mencapai tujuan kepuasan dirinnya. Motivasi merupakan masalah kompleks  dalam  organisasi,  sehingga  banyak  ahli  telah  mencoba mengembangkan berbagai teori dan konsep.

B.            Pandangan Berkaitan dengan Motivasi dalam Organisasi
    1)      Model Tradisional
Pandangan  ini  menganggap  bahwa  pada  dasarnya  para  pekerja  malas  dan hanya dapat dimotivasi dengan uang, maka dari itu digunakan sistem pengupahan insentif untuk memotivasi para pekerja,  lebih banyak berproduksi lebih banyak menerima penghasilan.
    2)      Model Hubungan Manusiawi
Model ini memberikan suatu pandangan bahwa kontak-kontak sosial karyawan pada pekerjaannya juga penting. Manager dapat memotivasi bawahan melalui pemenuhan kebutuhan sosial mereka dan membuat mereka merasa berguna dan penting. Sebagai hasilnya karyawan diberi berbagai kebebasan untuk membuat keputusan sendiri dalam pekerjaannya.
    3)      Model Sumber Daya Manusia
Model ini menyatakan bahwa para karyawan dimotivasi oleh banyak faktor tidak hanya uang atau keinginan mencapai kepuasan, tetapi juga kebutuhan untuk berprestasi dan memperoleh pekerjaan yang berarti. Mereka beralasan bahwa kebanyakan orang telah dimotivasi untuk melakukan pekerjaan secara baik dan mereka tidak secara otomatis melihat pekerjaan sebagai sesuatu yang tidak dapat menyenangkan.

C.           Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja

1.    Faktor Kebutuhan Manusia
a)    Kebutuhan Dasar
Kebutuhan  dasar  merupakan  hal  yang  vatal  dalam  kehidupan  manusia. Kebutuhan dasar ini meliputi kebutuhan akan pangan, papan dan sandang.
Jika salah satu kebutuhan tersebut tidak dipenuhi maka akan terjadi gangguan dalam kelangsungan hidup manusia. Karena sifatnya yang vatal maka   timbul   motivasi   tersendiri   untuk   mengusahaka pemenuhan kebutuhan dasar ini .
b)   Kebutuhan rasa aman
Termasuk kebutuhan akan status, pengakuan, penghargaan dan lain-lain. Seorang karyawan yang menginginkan status bukan saja karyawan harus mempunyai kesempatan lebih banyak, tetapi harus bersedia menerima kewajiban lebih banyak.
c)    Kebutuhan social
Menurut Robert Carison, satu cara meyakinkan karyawan betah bekerja adalah meyakinkan bahwa dirinya memiliki banyak mitra di organisasi.
2.    Faktor kompensasi
Kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima para karyawan sebagai balas jasa bekerja. Apabila kompensasi di berikan secara benar, para karyawan akan lebih terpuaskan dan motivasi untuk mencapai sasaran-sasaran organisasi. Kompensasi penting bagi karyawan karena kompensasi mencerminkan nilai karya karyawan itu sendiri, keluarga dan masyarakat.
3.    Faktor Komunikasi
Dalam suatu organisasi komunikasi perlu dijalin secara baik antara atasan dengan bawahan atau sesama bawahan, karena dengan komunikasi yang lancar maka arus komunikasi akan berjalan lancar pula serta tidak terjadi adanya miskomunikasi yang akan mengakibatkan   kesimpang siuran dalam melaksanakan pekerjaan dalam organisasi. Dengan komunikasi yang lancar kebijakan organisasi akan dapat lebih mudah dimengerti.
4.    Faktor Kepemimpinan
Menurut Arep dalam manajemen personalia ( 2003: 93 ), kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk memguasai atau mempengaruhi orang lain atau masyarakat yang berbeda–beda menuju pencapaian tertentu. Dalam mencapai tujuan  yakni  untuk  dapat  menguasai  atau  mempengaruhi  serta  memotivasi orang lain, maka dalam penerapan manajemen sumber daya manusia digunakan beberapa gaya kepemimpinan, seperti demokratis, diktator dan paternal.
5.    Faktor Pelatihan
Pelatihan merupakan suatu sarana untuk meningkatkan kemampuan karyawan dalam  suatu  organisasi.Untuk  lebih  meningkatkan  kualitas  sumber  daya manusia setiap organisasi perlu melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi karyawannya, baik yang diselenggarakan di dalam maupun di luar organisasi.
6.     Faktor Prestasi
Penilaian prestasi kerja karyawan bagi organisasi merupakan sarana untuk mengembangkan sumber daya manusia. Sedangkan bagi karyawan penilaian prestasi dapat memacu semangat kerja, guna peningkatkan kinerja selanjutnya. Karena dengan penilaian prestasi ini akan merasa bahwa hasil kerja mereka diakui oleh pihak organisasi dan kemudian menimbulkan harapan untuk memperoleh kompensasi dari organisasi. Ha ini merupakan sumber motivasi kerja yang sangat mempengaruhi kinerja karyawan.

D.           Cara Meningkatkan Motivasi Kerja

Ada  beberapa  cara  dalam  meningkatkan  motivasi  kerja  antara  lain  sebagai berikut:
1.    Motivasi karyawan dengan membangun kepuasan
Cara untuk memperoleh keuntungan yang berkelanjutan adalah dengan membangun sebuah lingkungan kerja yang nyaman dan menarik, selalu fokus, dan menjaga karyawan yang berbakat. Maksudnya adalah mereka harus bisa termotivasi   supaya   sia menunjukka kemampuan   da mendapatkan komitmen      agar      mampu      tampil      di      tingkat      yang      maksimal. Motivasi kerja berhubungan erat dengan tingkat kepuasan diri pekerja atau karyawan dan hal ini dapat tercipta dengan adanya lingkungan kerja yang menyenangkan. Sebab, jika kita fokus pada menciptakan kepuasan karyawan, lalu fokus pada motivasi karyawan, maka akan tercipta suatu hubungan kerja yang baik, karena karyawan yang puas akan mengurus pelanggan dengan baik.

2.    Motivasi karyawan melalui apresiasi
Memberikan  apresiasi  kepada  karyawan  sangatlah  penting  agar membangkitkan perilaku positif dan prestasi karyawan, sehingga mereka dapat melakukan pekerjaan dengan baik. Manajer yang cerdas dapat meningkatkan motivasi  kerja  karyawan  dengan  memberikan  perhatian  secara  personal, seperti  memberikan  tepukan  di  punggung,  catatan  tulisan  tangan,  atau komentar singkat di aula. Dan menunjukkan atau memberikan penghargaan, usahakan agar mengatakannya dengan lebih spesifik. Dengan menjadi spesifik, karyawan menyadari tindakan mereka benar-benar diawasi. Dan, motivasi tingkat tinggi karyawan akan didapatkan melalui hasil yang alami.

3.    Motivasi Karyawan Melalui Pengakuan
Sebagian orang mampu melakukan apapun hanya untuk mendapatkan pengakuan,  mereka  juga  dengan  senanhati  akan  melakukan  hal  tersebut tanpa imbalan atau bayaran. Hal ini bisa menjadi senjata rahasia seorang manajer untuk memotivasi kerja karyawannya. Pengakuan merupakan 'hadiah emosional' untuk kerja mereka, sepeti mengakui keunggulan karyawan di tempat kerja, memberikan penghargaan atas keberhasilannya mencapai target penjualan atau bahkan penghargaan untuk kehadiran dan kedisiplinannya. Hal ini dapat dikatakan sangat efektif dalam upaya memotivasi karyawan.

4.    Motivasi Karyawan Melalui Inspirasi
Inspirasi  terlahir  dari   kepemimpinan.  Motivasi  kerja  karyawan  melalui inspirasi ini meliputi misi perusahaan, serta maksud dan tujuannya. Dengan memiliki misi yang jelas, orang yang bergabung dalam sebuah perusahaan / organisasi akan tahu kemana akan pergi, sehingga dengan misi tersebut akan membuat para karyawan menjadi bersemangat dan begairah dalam bekerja. Pastikan setiap orang dalam organisasi perusahaan dapat memahami dan mengkomunikasikan misi, dan ini dilakukan dalam proses pemenuhan misi perusahaan atau organisasi. Sehingga hubungan antara misi-misi dan nilai- nilai individu serta tujuan dari karyawan tercipta dengan baik.

5.    Motivasi Karyawan Melalui Kompensasi
Sebagian besar orang akan termotivasi oleh uang. Karena itu, motivasi karyawan melalui kompensasi, bisa dalam bentuk kenaikan gaji, pemberian bonus kinerja, komisi, bagi hasil, dan pembagian hadiah lain seperti, mobil, motor,  liburan,  atau  barang-barang  lainnya  yang  dapat  digunakan  sebagai hadiah.  
Apapun  metode  yang  dipilih,  harus  memiliki  sistem  yanbaik  di tempat  oranatau  manager  yang  membangun  motivasi  kerja  karyawan. Namun, tidak semua orang dapat termotivasi oleh faktor yang sama, atau harus ada kombinasi faktor.


E.            HUBUNGAN DESAIN PEKERJAAN DENGAN MOTIVASI


Di lingkungan suatu perusahaan diperlukan kegiatan manajemen seba gai upaya mendayagunakan sumber daya manusia (SDM) untuk mencapai tujuannya. Untuk melaksanakan kegiatan tersebut agar berlangsung efektif terdapat 3 aspek penting yang besar pengaruhnya, karena ikut menentukan keberhasilan pencapaian tujuan organisasi/perusahaan. Ketiga aspek itu terdiri dari kemampuan memanfaatkan informasi, kemampuan mempergunakan kekuasaan (kewenangan) dan kemampuan memberikan ganjaran dalam mendorong agar SDM sebagai tenaga kerja melaksanakan tugas-tugasnya secara efektif dan efisien. Berkenaan dengan ketiga aspek tersebut segera dapat terlihat dua kemungkinan pelaksanaan manajemen SDM. Gejala pertama menunjukkan manajemen tradisional, yang terjadi apabila ketiga aspek tersebut terpusat pada manajer tertinggi (top manager), yang pelaksanaannya terpusat pada kontrol sebagai unsur manajernen. Gejala yang kedua menunjukkan manajemen partisipatif, yang tejadi apabila ketiga aspek tersebut didelegasikan (dilimpahkan) pelaksanaannya pada bawahan (mengikutsertakan pekerja bawahan sebagai pelaksana). Dalam menghadapi lingkungan bisnis yang semakin kompetitif, maka semakin diperlukan kemampuan inovatif dari para pekerja sebagai usaha meningkatkan produktivitas, yang berarti meng haruskan dipergunakannya manajemen partisipatif. Kondisi itu sejalan juga dengan perkembangan yang mengarah pada ekonomi global, sehingga setiap sektor ekonomi memiliki saling ketergantungan, yang semakin mengharus kan perusahaan/ organisasi mempraktekkan strategi pengikutsertaan pekerja secara maksimal.
Untuk mewujudkan partisipasi pekerja yang efektif dan efisien, sangat diperlukan usaha mendesain atau mendesain ulang pekerjaan yang harus dilaksanakan di lingkungan organisasi/perusahaan, terutama yang berhubungan langsung dengan pencapaian tujuannya. Desain pekerjaan penting artinya karena:
·  Memberikan batas-batas tentang kegiatan yang harus dan tidak perlu dilakukan dalam melaksanakan pekerjaan, karena tidak ada organisasi/pe rusahaan yang bekerja tanpa batas.
·  Memberikan nilai-nilai yang dapat meyakinkan pekerja tentang perlunya berpartisipasi dalam bekerja untuk mewujudkan eksistensi organisasi/perusahaan yang kompetitif.
·  Memberikan petunjuk mengenai apa yang sedang dikerjakan oleh organis asi/perusahaan sekarang, sehingga memudahkan para pekerja dalam me milih partisipasi yang akan dilaksanakannya.
Berdasarkan ketiga alasan tersebut berarti desain pekerjaan berguna bagi pekerja untuk memahami tugas-tugasnya yang dapat memberikan motivasi untuk melaksanakannya secara efektif dan efisien.
a.    Desain Pekerjaan Tim (Team)
Banyak pekerjaan yang harus dikerjakan oleh tim kerja agar berlang sung secara efektif. Pekerjaan itu memerlukan kerja sama antar sejumlah pekerja sebagai sebuah tim, karena saling mempengaruhi satu dengan yang lain, meskipun dilaksanakan secara terpisah.
Untuk itu perlu diperjelas lebih dahulu pengertian tim (team) di lingkungan sebuah organisasi/perusahaan, agar dapat dimanfaatkan secara maksimal dalam upaya mencapai tujuan bisnisnya. Sebuah tim kerja memiliki salah satu karakteristik sebagai berikut:
1)      Wujudnya nyata (real) dari kebersamaan sebagai satu kesatuan utuh dan memiliki identitas sistem sosial yang kompak. Anggota tim jumlahnya biasanya kecil dan bersifat tcmporer (sewaktu-waktu) karena dibentuk untuk suatu keperluan tertentu.
2)      Anggotanya mengerjakan pekerjaan tim berupa pekerjaan khusus, untuk menghasilkan sesuatu yang herhubungan dengan produk (barang atau jasa) yang diproduksi oleh organisasi/perusahaan. Di samping produk berupa barang atau jasa (pelayanan), tim juga dapat dibentuk untuk melaksanakan pekerjaan pengambilan keputusan mcngenai suatu masalah penting bagi organisasi/perusahaan. Keputusan tim yang diterima dan dilaksanakan, harus dapat dinilai (diukur) hasilnya setelah dilaksanakan.
3)      Menyelenggarakan manajemen tim sendiri sebagai pelimpahan manajemen organisasi/perusahaan. Oleh karena itu setiap anggotanya memiliki kewenangan mengelola tugas-tugas tim, tanpa ikatan dengan unit-unit kerja yang ada. Pelaksanaan pekerjaan berlangsung melalui proses hubungan kerja antara personil, tidak dikerjakan sendiri-sendiri.
Tim yang memiliki karakteristik seperti tersebut di atas, di sebut dengan berbagai nama, seperti “kelompok kerja (pokja)” atau “satuan tugas (satgas)” atau “Tim Kerja” atau “Komite Pembuat Keputusan.” Di belakang sebutan itu boleh saja dicantumkan perkataan otonom, misalnya menjadi “Pokja Otonom,” atau perkataan manajemen sendiri, misalnya disebut “Tim Kerja Dengan Manajemen Sendiri,” atau perkataan temporer sehingga disebut “Satuan Tugas Temporer.” Meskipun tim berwewenang melakukan manajemen sendiri, namun tetap merupakan bagian dari sistem sosial yang besar berupa organ isasi/perusahaan. Dengan kata lain harus tetap bekerja sesuai dengan kebijaksanaan pokok pucuk pimpinan (Top Manager).
Dalam kenyataannya untuk dapat bekerja secara efektif dan efisien, setiap anggota tim harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a)              Seseorang yang selalu memiliki idea (gagasan) bisnis.
b)             Seseorang yang memiliki sifat bersedia dan suka membantu tanpa diminta dalam melaksanakan pekerjaan tim.
c)              Seseorang yang memiliki sifat keterbukaan, dalam arti mampu menerima saran-saran atau pendapat orang lain.
d)             Seseorang yang mampu mempertimbangkan kebutuhan, motivasi dan keterampilan anggota tim, jika meminta hantuan atau dalam memberikan advis. Dengan kemampuan seperti itu akan terhindar dari sikap memaktia kan sesuatu di luar kemampuan anggota timnya.
e)              Seseorang yang memiliki kemampuan bekerjasama dalam memecahkan masalah.
f)              Seseorang yang mampu menghargai, menerima dan mempertimhangkar pendapat dan gagasan orang lain.
Selanjutnya dalam membentuk sebuah tim, perlu disadari bahwa tidak semua pekerjaan memerlukan tim dalam melaksanakannya. Untuk itu sebelum membentuk sebuah tim, sebaiknya dipertrimbangkan beberapa faktor sebagai berikut:
                         i.                    Tim hanya wajar dan tepat dibentuk untuk melaksanakan pekerjaan yang memerlukan sejumlah pekerja, agar berlangsung lebihe efektif dan efisien daripada dikerjakan secara perseorangan.
                       ii.                    Tim hanya dibentuk untuk menghasilkan sesuatu yang menunjang, pencapaian tujuan bisnis organisasi/perusahaan.
                     iii.                    Tim hanya dibentuk untuk melaksanakan pekerjaan yang hasilnya dapat diukur/dinilai dalam hubungannya dengan tujuan organisasi/perusahaan.
                     iv.                    Tim dapat dibentuk jika dapat dilakukan pelatihan tertentu secara cepat agar anggotanya memenuhi persyaratan spesialisasi atau persyaratarr tertentu secara fleksibel, yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan pada tim.
                       v.                    Tim dapat dibentuk apahila dapat ditentukan secara jelas batas kewenangannya dengan kewenangan manajer yang bidang kerjanya berhubung an dengan pekerjaan yang discrahkan kepada tim.
Dari uraian-uraian di atas jelas bahwa desain atau desain ulang Pekerjaan Tim bcrarti menetapkan tugas-tugas yang harus dikerjakan melalui proses kerjasama, yang diperkirakan akan memberikan hasil yang lebih baik daripada jika dikerjakan sendiri oleh seorang pekerja. Bentuknya dapat seperti yang telah dikemukakan di atas berupa tim (team) kerja yang jwnlah anggotanya tidak terlalu banyak, yang berasal dari para pekerja berbagai unit kerja, yang tugas pokoknya berhubungan dengan tugas yang dipercayakan pada tim. Dalam pengertian yang lebih luas, tim kerja dapat berarti jaringan kerja antara para pekerja pada unit kerja yang satu dengan yang lain dalam melaksanaan pekerjaan, yang merupakan tugas dan tanggung jawab bersama sesuai porsi masing-masing. Jaringan kerja tersebut harus didesain, agar setiap pekerja mengetahui dan menjalankan peranan dan fungsinya, sehingga tidak menjadi penghambat pelaksanaan pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung jawab pekerja lainnya.
Pembentukan tim dan/atau jaringan kerja seperti diuraikan di atas, sebenarnya tidaklah besar pengaruhnya pada motivasi pekerja, namun berpengaruh langsung pada kepuasan kerja (QWL), yang muaranya juga pada memperkuat motivasi kerja bagi para pekerja.
b.    Desain Pekerjaan Individu
Pelaksanaan penempatan pekerja (staffing) sebagaimana telah diuraikan dalam bab terdahulu, dari segi Manajemen SDM pada dasarnya berarti pembagian tugas dan tanggung jawab pelaksanaan pekerjaan secara individual. Dalam upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaannya, pekerjaan yang bersifat individual tersebut perlu didesain. Salah satu pendekatan dalam mendesain pekerjaan individu terlihat dalam diagaram (Gambar a).
Desain Pekerjaan Individual dimulai dari teori perilaku yang (implementasikan menjadi konsep-konsep tentang pekerjaan. Di dalam setiap konsep yang diimplementasikan terdapat dimensi-dimensi pekerjaan inti (tugas pokok). Pekerjaan itu harus dilaksanakan dalam kondisi psikologis tertentu sebagai persyaratan penting untuk memberikan hasil kerja yang diinginkan, sebagai hasil kerja personil (pekerja secara individual).
Teori perilaku yang diimplementasikan dalam kegiatan yang disebut bekerja, harus dijabarkan menjadi tugas-tugas yang dikombinasikan dalam pembidangan kerja. Pembidangan kerja yang mengemban kombinasi tugas-t ugas sejenis, diwujudkan menjadi unit-unit kerja sebagai bentuk dasar peker jaan di dalam struktur organisasi/perusahaan. Pelaksanaan pekerjaan pada se tiap unit kerja dalam perwujudannya harus diatur dengan menetapkan hubung annya dengan konsumen sebagai klien. Berikutnya setelah tugas-tugas dikerj akan, setiap pekerja berkewajiban mempertanggungjawabkannya terutama mengenai beban kerja vertikal yang diterima dari manajer atasan masingmasing. Dalam pelaksanaannya, baik manajer maupun pekerja harus memiliki keterbukaan, sehingga setiap informasi dalam pelaksanaan pekerjaan, akan menjadi umpan balik yang berharga untuk peningkatan pelaksanaan pekerjaan secara kualitatif dan kuantitatif dalam kurun waktu berikutnya.

Gambar a.Teori Hackaman dan Oldhman sebagai pendekatan dalam mendesain pekerjaan individu

Pelaksanaan tugas pokok unit kerja yang terdiri dari kombinasi tugas- tugas sejenis, selalu menuntut berbagai keterampilan secara bervariasi, yang berbeda antara unit kerja yang satu dengan yang lain. Untuk setiap unit kerja variasi keterampilan yang berbeda, akan memberikan identitas tugas masing- masing. Sedang dalam pelaksanaannya perlu ditemukan/ ditetapkan tugas-tugas yang berhubungan secara signifikan dengan tujuan organisasi/perusahaan. Selanjutnya agar tugas yang signifikan itu dapat dilaksanakan. diperlukan pengaturan kekuasaan atau wewenang dalam mengambil keputusan dan memerintahkan pelaksanaannya. Pada giliran berikutnya dari pelaksanaan keputusan dan perintah melalui kegiatan yang disebut bekerja akan diperoleh umpan balik, yang berguna bagi pengambilan keputusan baru.
Pelaksanaan pckcrjaan dengan mcmper-unakan keterampilan tertentu, sesuai dengan identitas tugas suatu unit kerja dan dibatasi pada pelaksanaan tugas yang signifikan hubungannya dcngan tujuan organisasi/perusahaan, dalam kcnyataannya tidak dapat dilepaskan hubungannya dengan pengalarnan kerja yang relevan dari pekerja yang bertugas melaksanakannya. Di samping itu dalam pelaksanaannya diperlukan pula pengalaman dalam mempertang gungjawabkan hasil yang dicapai. Dengan melaksanakan pekerjaan secara bertanggung jawab, para pekerja sebagai pelaksana akan memperoleh berbagai pengetahuan empiris, yang berpcngaruh pada perkcmbangan kebutuhan untuk mencapai keberhasilan dalam pelaksanaan pekerjaan berikutnya. Perkembangan kcbutuhan itu harus dijadikan umpan balik untuk mendesain kembali pekerjaan di masa mendatang.
Keberhasilan dalam melaksanakan desain pekerjaan individual seperti diuraikan di atas, sangat mcmerlukan motivasi kerja yang tinggi. Dengan demikian akan berlangsung pelaksanaan pekerjaan yang berkualitas tinggi. Sedang sebagai akibatnya akan diperoleh kepuasan kerja yang tinggi pula. Di samping itu akan diperoleh dampak yang lain, dalam bentuk terhindar atau berkurangnya pekerja yang tidak masuk (absen) dan semakin berkurang atau dapat dihindari kegiatan pergantian tenaga kerja dari satu unit kerja ke unit kerja yang lain, termasuk yang berhenti dan perlu diganti dengan tenaga kerja baru.
Desain pekerjaan individual seperti diuraikan di atas, secara sederhana dapat diringkas sebagai berikut:
1)             Organisasi/perusahaan harus mampu membagi pekerjaan dan mengelom pokan pekerjaan sejenis menjadi unit kerja. Di dalam setiap unit kerja harus jelas tugas-tugas pokoknya.
2)             Organisasi/perusahaan harus mampu menctapkan persyaratan keterampilan dan pengalaman kerja untuk dapat melaksanakan tugas pokok unit kerja yang menunjang pencapaian tujuan hisnisnya.
3)             Organisasi/perusahaan harus mampu merekrut dan menempatkan tenaga kerja sesuai dengan tugas-tugas pokok setiap unit kerja.
4)             Dalam pelaksanaan pekerjaan oleh setiap pekerja yang telah memenuhi persyaratan tersebut, diperlukan kemampuan para manajer untuk mem berikan motivasi kerja, agar pekerjaan berlangsung secara herkualitas.
5)   Dari pelaksanaan pekerjaan yang dapat memberikan kepuasan kerja, akan diperoleh berbagai informasi scbagai umpan balik untuk perhaikan dan penyempurnaan desain ulang pekerjaan individual.

F.            HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN SISTEM UPAH

Ganjaran sebagai motivasi merupakan cara memberikan motivasi kerja yang paling banyak/dominan dipergunakan. Uraian hcrikut ini nicmberikan uraian yang lebih rinci, karena sifatnya yang sangat dominan di lingkungan organisasi/perusahaan.
Dari satu sisi Sistern Upah tclah disepakati sebagai faktor yang sangat penting dalam mewujudkan penampilan kcrja yang terhaik. Di ncgara industri seperti Amerika Serikat diperkirakan antara 70% sampai dengan 80% perusahaan/organisasi mempergunakan sistem ini untuk mendorong/memot ivasi pekerjaannya. Dengan kata lain pemberian upah merupakan motivasi kerja yang penting, dalam mewujudkan pekerjaan yang produklif dan herkua litas (efektif dan efisien) bagi para pekerja di bidang kerja masing-masing.
Dari sisi lain sulit untuk mewujudkan sislem upah yang dapat memo tivasi pekerja. Salah satu sebabnya sebagaimana telah diketengahkan dalam uraian tentang kompensasi, ternyata banyak ditemui kenyataan para manajer berupaya menekan pemhiayaan (cost) seminimal mungkin melalui pem bayaran upah. Sebaliknya para pekerja mengharapkan pemherian upah dalam jumlah maksimal, atau sekurang-kurangnya memenuhi unsur kewajaran (kelayakan) dan keadilan. Berikuinya dihadapi pula kesulitan dalam mene tapkan besarnya upah yang dapat memotivasi kerja. Kesulitan terutama sekali disebabkan oleh adanya berbagai perbedaan secara individual, kelompok/tim (team) dan berdasarkan pangkat dan jabatan dalam keseluruhan organisa si/perusahaan.
Sehubungan dengan uraian-uraian di atas, ternyata dalam sistem pcngupahan, yang hanyak dipersoalkan para pekerja sebagai motivasi kerja adalah pemberian insentif, dengan tidak mengurangi arti dan peranan upah yang juga dapat dipcrgunnkan untuk memotivasi keria. Upah dasar sebagai motivasi terkait dengan pangkat dan jabatan/posisi. Satu di antaranya bahwa ada para pekerja yang menilni dirinya memiliki peluang untuk memperoleh pangkat atau jabatan yang lebih tinggi, yang tidak menjadi motivasi bagi pekerja yang tidak memiliki peluang tersehut. Sedang yang lainnya jika pekerja merasa terancam kehilangan pekerjaan atau jabatannya, bilamana tidak berprestasi tugas-tugas pokoknya Upah/gaji yang telah stabil tidak atau kurang berfungsi sebagai motivasi, karena sifatnya yang rutin dan lebih dirasakan sebagai hak, yang pasti diterima pada saarnya (bulanan atau mingguan).
Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, maka perlu ditegaskan kembali bahwa dalam memotivasi para pekerja, yang banyak dipersoalkan adalah mengenai kompensasi tidak langsung, khususnya dalam bentuk yang disebut insentif. Tujuan system pemberian insentif pada dasarnya adalah :
·         Sistem insentif didesain dalam hubungannya dengan system balas jasa (merit system), sehingga berfungsi dalam memotivasi pekerja agar terus menerus herusaha memperbaiki dan meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan tugastugas yang menjadi kewajiban/tanggung jawabnya.
·         Sistem insentif merupakan tambahan bagi upah/gaji dasar yang diberikan sewaktu-waktu, dengan membedakan antara pekerja yang berprestasi den gan yang tidak/kurang berprestasi dalam melaksanakan pekerjaan/tugas -tugasnya. Dengan demikian akan berlangsung kompetisi sehat dalam ber prestasi, yang merupakan motivasi kerja berdasarkan pemberian insentif.
Berdasarkan tujuan sistem pemberian insentif tersebut di atas, dapat dibedakan dua bentuknya terdiri dari:
1)      Diberikan secara tetap yang disebut tunjangan, seperti tunjangan istri/suami, anak (keluarga), tunjangan fungsional dan tunjangan struktural/jabatan.
2)      Diberikan sewaktu-waktu atau tidak tetap, seperti komisi penjualan, bonus dan kompensasi tidak langsung lainnya.
Sistem insentif dimaksud harus memenuhi beberapa persyaratan, agar menjadi efektif sebagai motivasi kerja. Persyaratan itu terkait dengan prinsip psikologis sebagai berikut:
§  Berfungsi dan bersifat sebagai penghargaan, yang dinilai sebagai faktor penting dalam kegiatan memotivasi pekerja.
§  Dirasakan sebagai hasil dari upaya meningkatkan dan memperbaiki pelaksanaan pekerjaan.
Dengan demikian berarti juga organisasi/perusahaan harus menghindari pemberian insentif tanpa alasan atau dengan alasan yang tidak berhubungan dengan upaya memotivasi pekerja agar bekerja secara efektif dan efisien. Untuk itu perlu diketahui sebab-sebab pemberian insentif tidak berfungsi sebagai motivasi. Sebab-sehab dimaksud adalah sebagai berikut :
a)      Nilai finansial/materialnya sebagai ganjaran/penghargaan terlalu rendah, sehinaga berakibat tidak dirasakan manfaamya oleh para pekerja.
b)      Tidak terdapat huhungan antara insentif sebagai ganjaran dengan pekerjaan yang dilaksanakan. Insentif seperti itu tidak akan berfungsi sehagai motivasi karena pekerja tidak mengetahui untuk apa ganjaran itu diberikan kepadanya.
c)      Tidak didasarkan pada hasil Penilaian Karya karena tidak pernah atau selalu dihindari pelaksanaannya oleh supervisor. Dengan kata lain tanpa Penilaian Karva para pekerja tidak mengetahui tentang kelebihannya dalam bekerja yang layak menerima ganjaran atau patut dihargai, karena berbeda dari pekerja lainnya. Kecenderungan memberikan ganjaran/ insentif secara sama tanpa membedakannya berdasarkan prestasi kerja, tidak akan berfungsi sehagai motivasi.
d)      Apabila para pekerja terikat kontrak/perjanjian dengan serikat sekerja. yang mengharuskan sebagian insentif yang diterima diserahkan untuk jangka waktu yang cukup lama. Jumlahnya yang cukup besar cenderung menimbulkan perselisihan dengan serikat sckerja, yang bcrakibat meru gikan organ isasi/perusahaan. Kerugian itu dapat berbcntuk insentif yang diberikan tidak berfungsi sebagai motivasi, bahkan dapat mendorong pekerja untuk memilih lebih baik berhcnti.
e)      Insentif sebagai tunjangan tidak akan berfungsi sebagai motivasi untuk peningkatan prestasi jangka waktu lama, karena lebih dirasakan sebagai hak, yang tetap akan diterima meskipun tidak berprestasi.
Berdasarkan kenyataan itu dalam memberikan insentif untuk memotivasi, perlu diikuti prinsip pokok sehagai berikut:
Ø Berikan insentif hanya untuk pekerja yang produktif.
Ø Promosikan pekerja sebagai insentif non finansial/non material, atas dasar produktivitasnya dalam bekerja.
Kedua prinsip pokok tersebut di atas dapat dijabarkan secara lebih rinci sebagai berikut:
1.                        Sistem insentif harus bersifat sederhana, dalam arti diatur secara jelas, dapat  dipahami, ringkas, dan sesuai dengan kepentingannya masing- masing.
2.                        Pemberian insentif harus bersifat khusus, dalam arti pekerja mengetahui secara tepat apa yang diharapkan perusahaan dari dirinya dalam bekerja, yang dapat dikategorikan berhak memperoleh insentif.
3.                        Dampak pemberian insentif dapat dinilai/diukur, dalam arti jumlah uang yang dikeluarkan untuk insentif dapat dihitung melalui perbandingannya dengan hasil yang dicapai, yang bila menunjukkan peningkatan, dapat diartikan berfungsi sebagai motivasi kerja.
4.                        Perbaikan dan peningkatan mungkin diwujudkan, dalam arti insentif yang diberikan dapat mendorong pekerja untuk melaksanakan sesuatu secara baik yang memang mungkin dilaksanakannya. Apahila sesuatu yang diharapkan dalam bekerja tidak mungkin dilaksanakan, maka insentif ticlak akan berfungsi untuk motivasi kerja.

G.           SISTEM BALAS JASA YANG EFEKTIF UNTUK MEMOTIVASI PEKERJA
Balas jasa sebagai ganjaran harus dikaitkan dengan motivasi kerja. Untuk mewujudkan sistem balas jasa yang efektif perlu ditempuh langkah langkah sebagai pedoman bagi seorang manajer. Langkah-langkah dimaksud adalah sebagai berikut:
1.    Merumuskan Standar Pekerjaan.
Rumuskanlah standar pekerjaan yang tinggi, yang menggambarkan volume dan beban kerja yang harus dilaksanakan secara efektif dan efisien. Standar pekerjaan secara relatif juga merupakan tujuan pekerjaan/jabatan. Semua sistem pemberian insentif sangat tergantung pada standar pekerjaan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain standar pekerjaan sebagai tujuan pekerjaan merupakan target bagi para pekerja dalam melaksanakan tugas -tugasnya.
Dari sisi lain standar pekerjaan akan mempermudah seorang supervisor dalam membagi dan memberikan tugas-tugas yang wajar/layak bagi setiap pekerja.
Dalam kenyataannya tidaklah mudah merumuskan standar pekerjaan, karena sangat sulit untuk menetapkan kategori efektif atau tidak pelaksanaan suatu pekerjaan. Namun harus diusahakan agar standar pekerjaan dirumuskan secara akurat dengan menetapkan volume dan beban kerja yang dikategorikan sebagai pekerjaan yang produktif, jika dikerjakan secara efektif dan efisien. Di samping itu tetapkan juga cara melaksanakannya atau cara bekerja yang juga paling ideal. Dalam hubungannya dcngan insentif untuk motivasi kerja. standar pekerjaan harus jelas menyatakan tingkat pengulangan pekerjaan yang mungkin memperberat pelaksanaannya, demikian pula siklus (perputarannya) berjangka pendek dan jelas pula hasil yang akan dicapai. Kejelasan itu akan mempermudah penetapan hesarnya insentif yang akan diberikan, melalui usaha membandingkannya dengan standar pekerjaan lain, yang mungkin lebih ringan atau sebaliknya lebih berat.
Pemberian insentif akan lebih akurat jika standar pekerjaan , perumusannya dihubungkan pula dengan aspek keamanan/ keselamatan dan kesehatan kerja, ukuran efisiensi kerja dan kualitas kerja serta hasilnya yang diinginkan.
Akhirnya jika standar pckcrjaan telah ditetapkan, para pekerja harus diheri peluang untuk memperoleh insentif antara 20% sampai dengan 25% atau lebih dari gaji/upah dasarnya, tcrutama hagi yang tclah bekerja keras dan bijaksana bagi perusahaan/organisasi.
Untuk Iebih mengarahkan perumusan standar pekerjaan (yang diperlukan juga untuk Penilaian Karya), para manajer perlu memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut:
a)              Analisis Pekerjaan yang menghasilkan Deskripsi Pekerjaan/ Jabatan, harus dibuat secara cermat karena merupakan sumber utama bagi perumusan standar pekerjaan.
b)             Di dalam Deskripsi Pekerjaan/Jabatan harus dirumuskan juga tentang cara/metode kerja (studi kcgiatan/gerak), di samping isi pokoknya tentang volume (jenis dan jumlah) pekerjaan yang harus dilaksanakan.
c)              Menetapkan juga deskripsi waktu yang dipergunakan (kecepatan kerja) yang seharusnya dalam melaksanakan tugas-tugas (studi waktu).
Dengan mempergunakan standar pekerjaan sebagaimana telah dikemukakan terdahulu dapat ditetapkan pemberian insentif untuk memotivasi pekerja. Sehubungan dengan itu perencanaan insentif untuk pekerja tingkat bawah scbagaimana dikatakan di atas, bergerak antara 20% sampai dengan 25% dari upah/gaji dasar, yang perlu diatur dalam dua dimensi sebagai berikut:
·                Menetapkan insentif rata-rata/dasar yang jumlahnya sama untuk semua pekerja, bagi yang telah bekerja keras dan bijaksana.
·                Menetapkan insentif ekstra, untuk pekerja yang berprestasi. Insentif ini termasuk juga untuk pekerja kunci/utama dalam produk lini, yang dapat dibedakan sekitar 10% sampai dengan 25% dari insentif rata-rata/dasar tersebut di atas.
Apabila organisasi/perusahaan memberikan insentif yang cukup tinggi, pada para pekerja dapat timbul tiga kekhawatiran, yang dapat dikategorikan sebagai konflik dalam bekerja. Ketiga kekhawatiran tersebut adalah:
1)             Insentif ekstra karena berprestasi dalam jumlah yang cukup besar, dikhawatirkan para pekerja akan dikurangi manajer dengan insentif rata- rata, atau jika tidak dikurangi dikhawatirkan manajer akan meningkatkan standar pekerjaan dengan menambah volume/beban kerjanya.
2)             Pekerja juga sering mengkhawatirkan insentif ckstra sebagai tambahan penghasilan yang berlebih-lebihan, oleh manajer kemudian ditetapkan keharusan bekerja di luar tugas pokok sebagai usaha mengimbanginya.
3)             Insentif yang tidak membedakan jenjang/herarchi jabatan/ status pekerja dalam kerja kelompok (tim) pada umuinnya disenangi oleh para pekerja, namun menimbulkan kesulitan dalam mempadukan pekerja yang tinggi dengan yang rendah statusnya. Untuk itu insentif sebaiknya dibedakan secara bertingkat berdasarkan jabatan/status pekerja, agar yang lebih tinggi jabatannya merasa layak/wajar sesuai statusnya.
2.    Sistem Penilaian Karya (Performance Appraisal) yang akurat.
Laksanakan Penilaian Karya secara obyektif dan pergunakan hasilnya untuk menctapkan insentif terutama berupa insentif ekstra. Dengan demikian hcrarti Penilaian Karva harus difokuskan pada spesifikasi pekerjaan dan hasilnya, di samping mengenai pelaksanaan (perilaku) dalam bekerja. Selanjutnya tetapkan sistem pemberian ganjaran, terutama berupa pemberian insentif, berdasarkan perbedaan hasil Penilaian Karya yang menggambarkan prestasi setiap pekerja.
3.    Selenggarakan pelatihan supervisor dalam pelaksanaan Penilaian Karya dan dalam kemampuan menyampaikan umpan balik pada para manajer dan hawahan.
Dengan demikian setiap pekerja akan merasakan kesamaan perlakuan dalam Penilaian Karya, yang akan dijadikan dasar pemberian insentif ekstra. Di samping itu dengan umpan balik yang obyektif diharapkan pekerja (bawahan) akan berusaha memperbaiki pelaksanaan pekerjaannya, agar memperoleh kesempatan mendapatkan insentif ekstra. Sedang bagi para manajer umpan balik dapat digunakan dalam memberikan motivasi kerja bagi para bawahan, agar memperoleh insentif yang diharapkannya. Dengan kata lain umpan balik bagi manajer akan berguna dalam memperbaiki keputusankeputusan dan kebijaksanaannya dengan mengembangkan manajemen pekerjaan yang konstruktif, dalam rangka memotivasi para pekerja bawahannya.
4.    Lakukanlah Penilaian Karya sccara kontinyu
Tidak sekedar sekali setahun, agar sistem ganjaran terutama pemberian insentif dapat dikaitkan secara ketat dengan pelaksanaan pekerjaan atau prestasi kerja. Dengan kata lain sistem ganjaran tidak boleh didasarkan pada hasil Penilaian Karya yang hanya dilakukan satu kali, karena setiap saat mungkin saja terjadi peningkatan dan perhaikan pelaksanaan pekeijaan oleh seorang pekerja. Dalam keadaan itu seorang pekerja yang kurang berprestasi, mungkin saja sudah melakukan peruhahan dan perhaikan yang layak mendapat insentif ekstra. Demikian Pula seorang pekerja lainnya yang dalam Penilaian Karya dinyatakan berprestasi, karena berbagai kendala berubah menjadi kurang berprestasi, sehingga sebenarnya tidak layak lagi memperoleh insentif ekstra.
5.    Dalam melaksanakan sistem ganjaran, sebaiknya tidak terpaku hanya pada pemberian inentif. Usahakan mengembangkan pemberian ganjaran sehagai kompensasi tidak langsung, yang banyak merupakan ganjaran yang berharga bagi para pekerja. Dari uraian-uraian di atas semakin jelas peranan insentif dalam memotivasi para pekerja, terutama yang diberikan secara priodik dan yang diwujudkan sebagai system balas jasa berdasarkan prestasi kerja setiap pekerja. Untuk keperluan tersebut dibedakan pemberian insentif para eksekutif, pekerja tingkat bawah yang sifatnya perseorangan dan insentif untuk pekerja dalam sebuah tim (team) kerja.
Ø  Insentif untuk Para Eksekutif
Setiap perusahaan sebagai organisasi kerja bertujuan mencapai keuntungan sebagai tujuan bisnisnya. Berhasilnya pencapaian keuntungan sesuai Rencana Strategis bisnis, merupakan wujud dari eksistensi organisasi/perusahaan yang kompentitif, dalam menghadapi pesaing yang terdiri dari organisasi/perusahaan sejenis. Eksistensi seperti itu sangat tergantung pada pembayaran upah/gaji dan insentif lainnya yang sesuai atau layak dengan pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kerja di lingkungannya. bukan pada pekerjaan yang diperintahkan untuk dikerjakannya Pekerjaan yang diperintahkan belum tentu dikerjakan, bilamana motivasi untuk mengerjakannya rendah.
Salah satu faktor yang sangat besar pengaruhnya pada motivasi kerja sebagaimana telah berulang kali dikatakan adalah faktor upah/gaji dan insentif lainnya. Faktor tersebut berlaku juga bagi para eksekutif, yang dalam kegiatannya mewujudkan dan mempertahankan eksistensi organisasi seperti disebutkan di atas harus mampu memenangkan pasar dari organisasi/perusahaan pesaingnya. Berdasarkan identifikasi seperti itu berarti setiap organisasi/perusahaan perlu memiliki eksekutif dengan karakteristik sebagai berikut
a.         Kelompok eksekutif yang stabil dan kompak untuk jangka panjang.
b.    Strategi eksekutif yang mantap untuk jangka waktu panjang.
Untuk memiliki kelompok eksekutif dcngan karakteristik seperti disebutkan di atas, yang berarti juga merupakan tim eksekutif yang memiliki motivasi kerja yang tinggi, organisasi/ perusahaan harus mampu mengambangkan Sistem Kompensasi Total secara integral. Sistcm tersebut yang mencakup upah/gaji dasar, insentif dan kompensasi lidak langsung lainnya, harus diintegrasikan berdasarkan strategi pencapaian tujuan jangka panjang. Insentif untuk para eksekutif scbaiknya ditetapkan berupa tunjangan yang dibayarkan bersama upah/gaji (jangka pendek) dan insentif jangka panjang. Kedua insentif itu, biasanya ditetapkan berdasarkan persentasenya dari gaji/upah dasar. Dalam kenyataannya insentif jangka panjang lebih berfungsi sebagai motivasi, dari pada insentif jangka pendek yang bersifat rutin dan cenderung dipandang sebagai hak.
1)        Insentif Jangka Pendek
Dalam merencanakan insentif ini seharusnya ditetapkan di luar aset organisasi/perusahaan. Dengan demikian penetapannya harus didasarkan pada indikator seperti keberhasilan perusahaan yang menyangkut faktor pendapatan bersih dan keuntungan total yang diperoleh, setelah dipisahkan dari beberapa penerimaan khusus untuk investasi. Bentuknya selain tun jangan, dapat berupa pcmberian bonus, dengan persentase sebesar 35% untuk manajer senior dan 22% bagi manajer menengah dari gaji/upah dasarnya masingmasing. Pembcrian bonus yang dilakukan secara berkala, lebih berfungsi sebagai motivasi daripada insentif berbentuk tun jangan yang diberikan secara tetap.
2)        Insentif Jangka Panjang.
Insentif ini sebaiknya didesain berupa strategi pemberian ganjaran berdasarkan keuntungan, yang besarnya disesuaikan dengan kontribusi masing -masing dalam meraih keuntungan secara berkala. Besarnya kontribusi berarti persaingan dalam prestasi, sehingga sangat penting peranannya dalam memotivasi para manajer. Strategi ini antara lain akan selalu membuka peluang bagi diciptakannya suatu proses baru dalam mempro duksi barang atau jasa, dihasilkannya rencana dan produk baru, terbukanya pasar baru atau berkembangnya pasar yang lama dalam pemasaran produk organisasi/ perusahaan. Dengan kata lain strategi ini berpengaruh pada pelaksanaan pekerjaan yang bersifat kualitatif, bukan pekerjaan yang bersifat kuantitatif, sesuai dengan volume dan beban tugas para manajer. Dengan strategi ini para manajer menyadari bahwa gagasan, kreativitas, intuisi,  kecepatan dan ketetapan waktu serta keberanian dalam berbisnis, menjanjikan insentif yang lebih besar melalui keuntungan atau sukses maksimal yang dicapai oleh organisasi/perusahaan.
Ø  Insentif untuk Pekerja Tingkat Bawah
Insentif ini sebenarnya telah banyak dibahas dalam uraianuraian terdahulu, yang sifatnya adalah pemberian tambahan penghasilan di samping upah/gaji dasar yang diterima oleh para pekerja. Dalam mewujudkan insentif ini selalu dikaitkan dengan kemampuan pelaksanaan pekerjaan, yang diukur dari standar pekerjaan. Oleh karena itu insentif ini tidak akan dibahas ulang, karena dapat diimplementasikan dengan menggunakan uraianuraian terdahulu. khususnya tentang standar pekerjaan dalam sub bab ini juga.
Ø  Insentif Tim (Team)
Insentif dapat juga diberikan pada tim/kelompok kerja, dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas dan memperbaiki moral kerja, sehingga berarti berfungsi sebagai motivasi. Di samping itu motivasi kerja biasanya telah lebih dahulu muncul, karena merasa ikut dipercayai untuk berpartisipasi melaksanakan tugas-tugas atau memecahkan masalah organisasi/perusahaan melalui kerja dalam kelompok. Dalam kondisi seperti itu, maka pemberian insentif akan semakin memperkuat motivasi kerja.
Insentif tim pada dasarnya merupakan insentif individual, yang diper oleh karena menjadi anggota tim atau yang diperoleh berdasarkan hasil kerja tim/kelompok. Misalnya berupa bonus karena keberhasilan tim mening katkan produktivitas atau memperluas pasar.
Tim dapat dibedakan antara Tim Kecil dengan anggotanya terdiri dari 4 sampai dengan 7 orang pekerja, dan Tim Besar dengan 30 sampai dengan 40 orang pekerja sebagai anggotanya. Dalam pengertian yang lebih luas, bahkan suatu unit kerja (Bagian, atau biro, atau departemen), dapat dipandang/ ditempatkan sebagai sebuah tim kerja. Dengan demikian Tim Kerja dapat diartikan sebagai penugasan sejumlah pekerja untuk bekerjasama dalam melaksanakan suatu pekerjaan, karena memikul tugas dan tanggung jawab atau jabatannya memiliki saling keterkaitan dengan pekerjaan yang harus diselesaikan. Sedang insentif tim berarti insentif yang diberikan pada anggota suatu tim yang sebagai satu kesatuan hekerjasama melaksanakan tugas-tugas yang sama, pada waktu yang sama pula.
Insentif Tim sebagaimana diuraikan di atas memiliki kebaikan sebagai berikut:
a)    Memungkinkan memberi ganjaran kepada pekerja yang tidak langsung berperan dalam proses produk lini, di antaranya yang bertugas memberikan pelayanan sebagai tugas yang sangat esensial bagi sebuah organisasi/perusahaan. Dengan kata lain memungkinkan memberikan insentif pada pekerja di luar produk lini dan pemasaran, yang sebelumnya hanya menerima upah/gaji dasar sebagai reguler.
b)   Mendorong terwujudnya kerjasama dalam melaksanakan pekerjaan dalam rangka mencapai tujuan bisnis organisasi, bukan persaingan yang bersifat saling menghalangi yang dapat merugikan organisasi/perusahaan. Di samping itu insentif tim juga memiliki beberapa kelemahan sebagai berikut:
a.    Dikhawatirkan manajer akan mengurangi insentif secara merata, terutama jika hasil kerja tim melampaui target dan tidak dapat dipasarkan.
b.    Dapat terjadi persaingan tidak sehat antara tim (team) kerja.
c.    Tidak memungkinkan pekerja mengetahui kontribusinya secara individual, karena yang dicapai adalah hasil kerja bersama atau hasil kerja tim.
Dengan demikian berarti pekerja sebagai individu tidak mengetahui hu bungan antara usahanya (kelebihan atau kekurangannya) dengan ganjaran yang diterimanya. Di antaranya akan ada pekerja yang merasa pemberian insentif kurang wajar/adil, karena telah bekerja keras dengan mendapat insentif yang sama dengan pekerja lain yang santai. Kondisi seperti itu justru dapat memperlemah atau mengurang motivasi kerjanya untuk lebih produktif.

Video tentang motivasi kerja 



Kesimpulan

Motivasi kerja adalah suatu dorongan dalam diri seseorang yang berpengaruh pada tindakan- tindakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu
Faktor-faktor yang mempengaruhi Motivasi Kerja adalah Faktor Kebutuhan Manusia, Faktor kompensasi, Faktor Komunikasi, Faktor Kepemimpinan, Faktor Pelatihan, Faktor Prestasi
Cara  dalam  meningkatkan  motivasi  kerja  antara  lain  dengan membangun kepuasan, bisa melalui apresiasi, melalui pengakuan, melalui inspirasi dan melalui kompensasi
Moivasi berhubungan dengan desain pekerjaan karena dalam menghadapi lingkungan bisnis yang semakin kompetitif, maka semakin diperlukan kemampuan inovatif dari para pekerja sebagai usaha meningkatkan produktivitas, yang berarti mengharuskan dipergunakannya manajemen partisipatif. Untuk mewujudkan partisipasi pekerja yang efektif dan efisien, sangat diperlukan usaha mendesain atau mendesain ulang pekerjaan yang harus dilaksanakan di lingkungan organisasi/perusahaan, terutama yang berhubungan langsung dengan pencapaian tujuannya.
Pemberian upah merupakan motivasi kerja yang penting, dalam mewujudkan pekerjaan yang produktif dan berkualitas (efektif dan efisien) bagi para pekerja. Dalam mewujudkan sistem upah yang dapat memotivasi pekerja ada salah satu sebab tentang kompensasi, ternyata banyak ditemui kenyataan para manajer berupaya menekan pemhiayaan (cost) seminimal mungkin melalui pem bayaran upah. Sebaliknya para pekerja mengharapkan pemherian upah dalam jumlah maksimal, atau sekurang-kurangnya memenuhi unsur kewajaran (kelayakan) dan keadilan
Balas jasa sebagai ganjaran harus dikaitkan dengan motivasi kerja. Untuk mewujudkan sistem balas jasa yang efektif perlu ditempuh langkah langkah sebagai pedoman bagi seorang manajer yaitu pertama, rumuskanlah standar pekerjaan yang tinggi, yang menggambarkan volume dan beban kerja yang harus dilaksanakan secara efektif dan efisien. Sistem Penilaian Karya (Performance Appraisal) yang akurat. Kedua, laksanakan Penilaian Karya secara obyektif dan pergunakan hasilnya untuk menctapkan insentif terutama berupa insentif ekstra. Ketiga,  selenggarakan pelatihan supervisor dalam pelaksanaan Penilaian Karya dan dalam kemampuan menyampaikan umpan balik pada para manajer dan hawahan. Keempat, lakukanlah Penilaian karya sccara kontinyu. Dalam melaksanakan sistem ganjaran, sebaiknya tidak terpaku hanya pada pemberian inentif. Usahakan mengembangkan pemberian ganjaran sehagai kompensasi tidak langsung, yang banyak merupakan ganjaran yang berharga bagi para pekerja.

DAFTAR   PUSTAKA
Priyono, Pengantar Manajemen. Zifatama Publisher, Sidoarjo:2007
David Indra,  Pengantar Manajemen.Semarang:2015